Pernahkah Anda mendengar tentang tes sidik jari untuk menemukan potensi dan karakter seseorang? Nah ada sebagian orang yang masih ragu-ragu apakah tes sidik jari semacam itu sekadar pseudo sains (bukan sains ilmiah) atau sekadar kejanggalan logika (logical flaw).
Padahal dalam dunia sains, ilmuwan yang meneliti bahwa tes sidik jari manusia itu khas dan “bisa menggambarkan banyak hal tentang seseorang” itu sudah banyak diteliti.
1. Tes Sidik Jari Terbukti Valid, Ilmiah dan Dipercaya oleh Lembaga Sekelas FBI dan bukan Sekadar Pseudo Science.
Salah satu contohnya, adalah Tim Dodderidge, ahli bedah urologi dari University Hospital Southampton (UHS) di Inggris, mengatakan bahwa tes sidik jari itu bisa menggambarkan DNA yang sudah bermutasi karena kanker. Karena itu tes kanker bisa menggunakan DNA tes sidik jari.
Hasil penelitiannya telah dimuat pada jurnal Nature itu menyebutkan bahwa mutasi genetik yang terjadi pada DNA yang terjangkit sel kanker berhubungan dengan sidik jari penderita itu sendiri. Banyak penyebab kanker, seperti cahaya matahari sampai rokok, meninggalkan mutasi genetik yang spesifik pada tiap penderita. Dr Peter Campbell dari Wellcome Sanger Institute serta anggota Pan-Cancer Project mengatakan bahwa hal ini bisa membuat pengobatan pada pasien kanker menjadi lebih spesifik.
Bukti lain bahwa tes sidik jari juga powerful untuk membaca karakter seseorang, menurut STIFIn Expert Hari Sanusi, “Federal Bureau Intelligent (FBI) menggunakan tes sidik jari untuk membaca karakter manusia,” katanya. Tes itu bukan sekadar dicocokkan dengan database pelaku kejahatan, “Tapi juga bisa memberi petunjuk saat seorang penjahat itu membunuh, apakah dia tergolong pembunuh psikopat, atau membunuh karena tertekan. Itu semua terbaca dari pola sidik jari.”
Menurut Hari, di FBI sidik jari dihubungkan dengan pola perilaku penjahat dalam memecahkan kasus kejahatan dilakukan profiler Behaviour Analyst Unit (BAU) FBI. Satu unit didedikasikan untuk penelitian, strategi, dan instruksi. Para ahli BAU memberikan dukungan dalam penyelidikan yang kompleks, dan mereka menawarkan keahlian serta konsultasi mengenai kasus-kasus kompleks.
2. Bantahan bawah Tes Sidik Jari Sekadar Kejanggalan Logika (Logical Flaw)
Sebagian orang menilai bahwa tes sidik jari bisa digunakan untuk memprediksi karakter adalah sebuah kejanggalan logika. Kesimpulan beberapa orang itu muncul juga karena kesalahan logika mereka sendiri.
Mereka menyebut kejanggalan logika karena saat misalnya Dono waktu kecil saat di tes sidik jari dengan metode tertentu (bukan metode STIFIn) dianggap dia punya skor musik 10 persen. Kemudian saat besar Dono terus berlatih musik terus sehingga dia piawai. Nah, kata mereka yang menganggap logikanya janggal, “Mestinya setelah berlatih lama skor musik Dono naik dong, lebih dari 10 persen. Faktanya, adalah skor musik Dono saat dites tetap 10 persen.”
Yang berpendapat seperti di atas dia keliru mencampuradukkan antara fenotip dan genotip. Penampilan seseorang umumnya adalah 20 persen dari gen atau genotip, dan 80 persen dari tempaan lingkungan atau fenotip. Nah, kalau di konsep STIFIn ada lima karakter berbasis otak dominan mana yang digunakan (bukan skor seperti skor musik sekian persen). Yakni ada 5 karakter berbasis otak, pertama Sensing, Thinking, Intuinting, Feeling dan Insting.
Baca juga: 7 Manfaat Tes Minat Bakat
Teori ini mirip dengan teori ahli psikologi analitik atau psikoanalisis dari Swiss Carl Gustav Jung (26 Juli 1875 – 6 Juni 1961).
Menurut Gustav Jung ada empat fungsi dasar manusia
a. Fungsi penginderaan (sensing)
b. Fungsi berpikir (thinking)
c. Fungsi merasa (feeling) dan
d. Fungsi intuisi (intuition)
Pendapat senada datang dari seorang neurosaintis Ned Hermann yang membagi otak dengan empat kuadran:
a. Limbik kiri (otak kuadran kiri bagian bawah)
b. Cerebral atau Neokorteks kiri (otak kuadran kiri bagian atas)
c. Cerebral atau Neokorteks kanan (otak kuadran kanan bagian atas)
d. Limbik kanan (otak yang berada di kuadran kanan bagian bawah)
Bedanya di STIFIn ditambahkan lagi otak Insting (otak tengah). STIFIn memetakan otak mana yang paling dominan dari seseorang, itulah yang menggambarkan karakter.
Nah, seseorang yang jago musik itu menurut STIFIn bisa saja karena tempaan lingkungan atau fenotip.
Atau bisa juga merupakan bakat dari sejak lahir atau genotip.
Tapi orang yang tidak “punya bawaan dari lahir” tapi ditempa, akan kalah hebat dengan “orang yang punya bawaan lahir atau sesuai dengan otak yang dominan” sekaligus juga ditempa.
Prinsip STIFIn, “fokus satu hebat, asahlah dan tempalah kompetensi/karakter berbasis otak yang paling dominan,” kata Hari Sanusi Expert STIFIn atau biasa disebut STIFIn Man. Dia mencontohkan, seseorang yang kidal akan lebih hebat ditempat tangan kidalnya, ketimbang melatih tangan kanan seperti kebanyakan orang. Dulu, Rafael Nadal adalah petenis dengan tangan kanan. Tapi, pelatihnya melihat bahwa kekuatan tangan kirinya lebih baik. Karena itu sang pelatih menganjurkan Rafael Nadal beralih ke tangan kidalnya. “Dan benar akhirnya dia bisa menjuarai kejuaraan tenis Grand Slam Dunia).”
3. Bagaimana Cara Kerja Tes Sidik STIFIn Bisa Memetakan Karakter Seseorang
Setiap sidik jari seseorang adalah khas. “Dan sidik jari itu menggambarkan otak dominan mana yang paling banyak digunakan oleh seseorang,” kata Hari. Salah satu contoh kaitan antara sidik jari dengan otak, misalnya, jarak dari titik tengah sidik jari ke lingkaran terluar garis sidik jari, itu menggambarkan besar-kecil volume otak.
Di tes sidik jari STIFIn maka cara kerjanya adalah sebagai berikut:
a. 10 gambar sidik jari akan diambil oleh mesin pemindai elektronik. Hasilnya berupa gambar hitam dan putih.
b. Hasil tes sidik jari itu akan ditransfer dan diubah menjadi model numerical yang nanti akan dicocokkan dengan database karakter.
c. Hasil scan dicocokkan dengan algoritma dan database STIFIn. Dan STIFIn sudah teruji dipakai lebih dari 580 ribu orang yang tes dan terbukti tingkat validitasnya mencapai 95 persen. Artinya, saat tes itu diulang lagi di masa mendatang maka 95 persen hasilnya akan sama.
4. Pembagian Otak Kiri dan Otak Kanan cuma Mitos?
Ada yang bilang pembagian otak kiri dan kanan hanyalah mitos dan cuma ada di teori otak tahun 1960 an. Menurut mereka otak kiri dan kanan itu tidak terisolasi, keduanya diperlukan saat berpikir logis atau saat diperlukan untuk berkarya atau berintuisi.
Benar bahwa kedua otak itu sama-sama dipakai. STIFIn juga tidak beranggapan bahwa otak kiri kanan itu benar-benar terisolasi. Tapi, STIFIn membedakan otak yang paling dominan kerjanya pada seseorang dan itu bukanlah mitos.
Tes Sidik Jari STIFIn adalah metode pendekatan untuk lebih mudah menganalisis potensi atau bakat anak. Tentu ada banyak tes seperti itu. Tes sidik jari ini adalah bertujuan untuk memudahkan memaksimalkan potensi, bukan untuk menghakimi. Karena seperti teknologi buatan manusia lainnya, tidak ada yang sempurna 100 persen, demikian juga tes ini. Tapi, setidaknya dari sejumlah testimoni orang yang pernah dites, tes sidik jari STIFin ini powerful.
Berikut ini testimoni Prof Dr. Arief Rachman M.Pd tentang STIFIn:
“Jika sebelumnya sidik jari hanya digunakan untuk melengkapi identitas, kepentingan polisi dan sebagai penanda kehadiran seseorang,” ternyata analisis sidik jari STIFIn juga dapat digunakan untuk membaca potensi terpendam setiap anak,” kata Prof Arief.
Prof Arief Rachman menambahkan, dengan demikian setiap anak akan mendapatkan hak sesuai dengan kecenderungan yang mereka miliki. “Jangan paksa anak melukis, padahal dia senang menari. Mengetahui potensi anak sejak dini merupakan keharusan, agar setiap anak mendapatkan perlakukan yang khusus.,” kata Prof Arief Rachman.
“Dengan tes sidik jari ini, semakin membuka pikiran kita bahwa setiap anak dilahirkan dengan kecerdasan dan potensinya masing-masing.” ****